Terimakasih telah berkunjung kesini. Ini adalah blog seorang ibu dari anak laki-laki tampan bernama Mahesa Gilbert Pranafalih. Selamat membaca!!! mudah-mudahan ada hal yang dapat menginspirasi...
RSS

Rabu, 24 Februari 2016

menulis merupakan sebuah indikasi tingkat kegalauanku yang melampaui batas normal.


Pencerahan itu datang awal tahun lalu, Dari aku yang tidak tau apa-apa (dan sekarang masih tidak banyak tau) sampai menjadi sok tahu. Dari aku yang tidak ada kerjaan atau kurang kerjaan menjadi sok sibuk dan seolah-solah tidak punya waktu untuk sekedar menggalau. Dari aku yang hanya suka berekperimen membuat kue menjadi seorang penyuplai kue kecil-kecilan. Ya alur cerita hidupku berubah, Secara finansial aku lebih baik dari tahun sebelumnya.

Skenario asli hidupku mungkin sudah terlalu seperti cerita sinetron dalam episode panjang mencapai klimaks cerita yang entah kapan memulai babak baru. Selama ini aku memang cengeng dan mudah menangis, Tapi aku tidak pernah menunjukan atau bahkan meminta orang lain untuk berbelas kasih. Bukan aku angkuh atas pertolongan orang, Hanya saja merasa tidak nyaman atas kekecewaan pada pengharapan terhadap orang lain. Itu hal yang paling aku hindari. Jadi, sebisa mungkin aku mengerjakan semuanya sendiri dan aku mampu. Aku tidak suka merengek untuk memohon.

hmmmm.....2 paragraf itu aku tulis sekitar 20 hari yang lalu (mungkin). Tanpa aku tahu apa yang akan terjadi saat ini. Hari dimana aku menulis paragraf itu, perasaanku campur aduk tapi masih relatif datar. 

Berawal dari sebuah sms teror yang diterima suami tanteku yang isinya berkaitan dengan anakku, Falih. Aku tidak khawatir dengan isi smsnya, Tapi aku bingung dengan maksud dari sms itu. Hari berlalu dan sms itu datang lagi, kali ini terdapat namaku didalamnya yang seolah-olah dia sebagai seorang yang kenal dekat denganku. Aku semakin tidak mengerti apa maksudnya. Semakin bingung juga karena setelah meminta no telepon sang peneror itu pun tak pernah di beri. dan tidak terpkirkan olehku siapa pengirimnya. Ya sudahlah... aku mencoba tidak peduli. Tidak mau ambil pusing, tapi sekarang kepalaku malah sering sakit.

Seperti ada penyejuk ketika mamah datang ke Bandung, aku ceritakan semuanya. Ya...sudah bisa ditebak, Mamah tidak banyak komentar. Tapi setidaknya aku sudah menceritakan kebingunganku.
Hari kelima mamah di Bandung dan akan pulang ke Bekasi esok harinya, tiba-tiba saja aku merasa begitu takut kesepian. Rasa ketakutan tentang rasa sepi begitu menyeramkan untukku sejak kecil. Kuputuskan untuk ikut ke Bekasi, ke rumah reotku yang berantakan dan entah masih layak huni atau tidak. Aku tidak peduli, Setidaknya aku tidak merasa kesepian. Tak disangka Falih ingin ikut, tumben sekali. Ku "iya" kan keinginan Falih untuk ikut. Aku senang. Malam sebelum kami berangkat begitu banyak harapan ku dan Falih, ingin jalan-jalan ke taman safari, taman mini, ragunan, atau kemanapun. Harapanku ini sebagai penyenang Falih, karna dia jarang sekali ke Bekasi. Tapi...aku sedang tidak punya uang, begitupun mamah. Hanya ada tiga lembar uang biru. Semua rekeningpun saldonya di batas limit. Sedih.  Ya setidaknya berkumpul di Bekasi adalah penyenang meskipun kami tidak pergi kemana-mana. Esok paginya, kuterima broadcast via bbm yg isinya kalau honor pengganti transport supervisi siswa prakerin semester lalu bisa di ambil. Alhamdulillah, pikirku, ini untuk menambah ongkosku ke Bekasi. Ada saja jalan yang Allah berikan. Ya statusku hari itu (semingg u yang lalu) masih sebagai guru di sebuah SMK. Saat itu aku tidak pernah tahu apa yang terjadi hari ini.

Rencanaku hanya 2 hari di Bekasi, tapi ternyata Falih ingin lebih lama. Dia ingin pulang hari Minggu. Aku tidak masalah, malah senang. keingnan Falih untuk jalan-jalan di ganti dengan mainan, dan Falih tetap senang. Dihari kedua, hari dimana seharusnya aku pulang ternyata handphone andalan kesayanganku hilang. Handphone yang mungkin posisinya seperti kekasih buat ku. Segalanya disana. Sumber uang, sumber pekerjaan, sumber cerita cinta, sumber hiburan dan mungkin bahkan sebagai sumber bahaya juga. Kekasih yang mungkin separuh jiwa ini (hahaha....). lemas tak bertenaga ketika aku menyadari kalau handphoneku hilang. bagaimana tidak, cuma hanphone yang menjadi hiburanku saat tidak ada pekerjaan. yang menghubungkan aku dengan teman-teman yang bisa aku ajak mengobrol,cerita tentang apapun tanpa suara tpi melalui beberapa aplikasi chat. yang membuat aku update dengan berita yang sedang heboh (pembunuhan Angeline), yang membuat aku mencari tau dan banyak membaca tentang apapun yang ingin aku cari tahu dengan account google kesayanganku. (malam sebelumya aku browsing tentang apa itu Syiah, yang membuat aku semakin pusing dan tidak mengerti tentang apa itu agama) Kembali lagi ke cerita handphone. Aku tidak pernah menyadari bagaimana kronologis hilangnya hp itu. aku tidak ingat kalau aku membawanya, tapi sepertinya dia jatuh dari saku celana pendekku saat aku dibonceng motor oleh adikku. Bingung, sedih begitu berlipat ganda karna aku sadar sedang tidak punya uang untuk membeli yang baru. Tapi mau bagaimana lagi, satu-satunya cara untuk melepaskan diri ini dari beban pikiran ya ikhlas. Hanya foto-foto kenangan sejak 2014 yang tidak terselamatkan. Ini bukan kali pertama aku keehilangan hp, akhir tahun lalupun aku kehilangan hp 1 x, dan powerbank 2x, juga kehilangan selembar uang seratus ribu yang terbang begitu saja dari saku celana yang sama saat aku kehilangan hp terakhir kmarin, ceroboh memang. Sempat terfikir untuk memback up segala foto di hp setelah kehilangan bb, tapi selalu malas. dan akhirnya semua kenangan dari foto-foto ditahun 2014 sebaian besar tidak terselamatkan. Pada akhirnya karna ketergantunganku yang akut, aku pindahkan semuan account chat  dan segala jejaringsosialku ke tablet milik adikku, De Wanti, yang baik hati. Sehingga kehampaan dan kesedihanku sedikit terbayar. Ku lalui hari-hariku di bekasi hanya dirumah, tepatnya dikamar. Karena bagian lain dari rumah kami sudah seperti tempat umum, ya karna hari-hari biasa rumah ini adalah PAUD, jadi hanya tinggal tersisa satu kamar yang sedikit miliki privasi. Akirnya hari-hariku di Bekasi hanya dilalui di rumah. Tapi entah bagaimana aku merasa tenang walau semua serba apa adanya. Hanya saja Falih sering membuat anak Aa, Putra, menangis. membuat aku jadi kadang serba salah. Tapi itu hanya anak-anak tidak usah dijadikan masalah .


*pertengahan tahun 2015*