Kamis, 30 Agustus 2012
Aku ingin kau kelak menjadi penghuni tempat terindah
Kamis, 03 Mei 2012
Tiga kepribadian
Orang dewasa itu sebenarnya tahu dan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tapi tidak semua orang dewasa mampu mengambil keputusan benar yang "terbaik". Pintar juga tidak lantas membuat orang dewasa selalu mampu mengambil keputusan yang "terbaik" untuk hidupnya. Hanya orang-orang yang bijaksana yang berani mengambil keputusan yang "benar" dan "terbaik" untuk dirinya dan orang lain di sekitarnya. Butuh rasa tanggung jawab berupa sikap konsisten dan konsekuen terhadap keputusan apa yang di ambil.
Banyak orang dewasa yang kalah sama egonya (baca: malas) untuk memilih hal benar yang "terbaik", karena ga mau repot, ribet, dan ga bisa konsisten.
Yaa..namanya hidup pasti akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Semua mesti melalui tahap memilih baik secara sadar maupun tidak sadar.
Kesimpulannya orang dewasa (baca: penulis) kalah sama ego nya dan memanjakan kemalasannya.
Jadi, cerita yang sebenarnya begini....
Saya itu punya banyak rentetan teori dan list hal "benar" yang bisa dan sebenernya harus saya lakukan. Tapi saya malas memulainya. Bahkan saya tau 1 hal benar dan terbaik yang seharusnya saya lakukan, kerjakan dan segera selesaikan (baca: skripsi). OMG...tapi saya malas memulai...
Dan bodohnya saya tahu kemalasan ini yang sebenarnya juga membuat saya gelisah...
Dalam kepala selalu bergelut pikiran :
"Heh, lu kapan mau beresin skripsi dan memulai segala kehidupkan yang berbeda? Mau nyia2in waktu sampe kapan? mau buang duit buat bayar kuliah yang didiemin sampe kapan? Apa udah ngerasa cukup sebagai orang yang pernah kuliah ampir 7 tahun tapi statusnya lulusan SMA? Mau sampe kapan lu manjain rasa males lu?"
Dan sisi malas cuma jawab dengan enteng:
"Nyantai ajalah hidup ini harus dinikmati"
Dan sisi mumet jawab lagi:
"Gw bosen mumet"
Dan gw yang sekarang ga tau ada di sisi yang mana...
kalo aja ini di istilahin kepribadian ganda, di sini ada 3 kepribadian.
"si ambisius" "si males nyantai" dan yang lagi nulis lebih parah "si apatis"
"si ambisius" sama "si males nyantei" terus ribut, ngotot2an. "si apatis".. cuma planga-plongo ajah membiarkan 2 kepribadian lainnya ribut. Bangun tidur, melongo, ngeles, balik, bgadang, tidur. bangun tidur, mlongo, ngeles, bgadang, tidur....terus aja begitu setiap hari saking apapatisnya sama apa yang sebenarnya sedang menjadi perdebatan dalam pikirannya.
Padahal sebenarnya ini (baca: skripsi) adalah tiket menuju kehidupan baru yang berbeda.
Jumat, 20 April 2012
Tuhan mungkinkah?
Pap, ada di mana? Disamping Tuhan? Gimana kabarnya, Pap? Dimensi kita udah beda, apa masih bisa aku tanya "sehat?"
Udah berbulan-bulan aku mengganti segala macam kebiasaan menggalau dan melow. Ternyata ga juga jadi lebih baik. Aku sekarang malah jadi ga bisa tidur dibawah jam 12 malam, cuma bisa tidur setelah mata minta tidur dengan paksa.
Tapi hari ini aku lagi kangen buat nge-review banyak hal yang pernah terjadi.
Tapi seringkali ini membuat aku tanpa sadar kembali lagi bertanya "kenapa" dan aku ga suka.
Kadang-kadang aku pengen bisa balik lagi jadi aku yang dulu, tapi bagaimanapun aku adalah yang sekarang lengkap dengan segala hal yang pernah dilalui.
Setiap orang dalam hidup kita itu memiliki pengaruh yang kuat, terhadap segala keputusan kita dalam bersikap, berpikir, dan menilai. Mungkin aku baru sadar, Pap. Semua perubahan ini berawal saat aku kehilangan Bapak.
Aku kehilangan orang yang benar-benar aku takuti. Yah, hal yang paling aku ingat tentang bapa adalah "takut" dan "galak". Jadi, dulu aku selalu bertahan untuk tidak melakukan hal apapun yang akan membuat aku merasa "takut". Bukan takut celaka, takut salah, tapi aku takut dimarahi. Mungkin ini seperti pengalaman yang tidak bagus. Aku dan mungkin semua orang tidak suka dan tidak mau di galakin dan ga mau merasa takut karena itu. Aku selalu berprinsip untuk melakukan hal sesuai dengan peraturan yang ada di sekolah atau dimanapun.
Sekarang aku baru sadar aku butuh "takut" .Lihat Pap, aku tanpa bapak begitu keras kepala dan "terserah gw" sekarang. Aku ga pernah takut melakukan apapun, Pap, karena ga ada yang aku takutin, ga ada yang bisa marahin aku. Pap, mungkin dulu seharusya rasa "takut" ku tidak membuatku kekeh ingin menjauhi rumah dan pilih tinggal di Bandung.
Itu sempat membuat aku mersa tertekan dan tidak nyaman. Jadi. aku begitu ngotot untuk SMA di Bandung.
Mungkin sifat keras kepalaku bukan dibentuk dari pengalaman sepenuhnya, tapi bawaan lahir yang diperkuat dengan pengalaman.
Dari kecil juga aku selalu merasa banyak hal yang harus aku lakukan sendiri tanpa bantuan. Kadang aku iri dengan temanku yang sering dibantu mengerjakan pekerjaan sekolah oleh ayah ato kakanya. tapi aku harus melakukannya sendiri. Bapak selalu bilang itu tugas aku bukan tugas Bapak. Emang bener sih, tapi entah kenapa itu menorehkan kekecewaan buat aku, Pap. Walaupun sebenarnya aku emang hampir selalu bisa melakukan semuanya sendiri. Kalaupun Bapak berpikir aku bisa kenapa sih Pap ga mau bantu aku sedikit ajah. Manjain aku seperti anak lain. Tapi sekarang aku merasa bersyukur dengan selalu dibiarkan mengerjakan apapun sendiri...sekarang aku mampu Pap mengusahakan sesuatunya sendiri. Aku ga pernah suka mengandalkan orang lain dalam hal apapun Pap.
Pap, bisa kembali ga sebentar aja...seminggu?? Aku cuma mau mengubah segala macam kesanku sama Bapak. Aku dengar di hari bapak ga ada, semua teman kantor Bapak Begitu segan, hormat, dan sayang sama Bapak. Bapak begitu baik dimata mereka, begitupun di mata adik-adik Bapak (Om dan Tanteku). Terus kenapa aku ga dikasih kesempatan untuk memiliki kesan yang sama dengan mereka Pap? Kasih aku kesempatan, kasih aku waktu. Tuhan mungkinkah?