Terimakasih telah berkunjung kesini. Ini adalah blog seorang ibu dari anak laki-laki tampan bernama Mahesa Gilbert Pranafalih. Selamat membaca!!! mudah-mudahan ada hal yang dapat menginspirasi...
RSS

Rabu, 25 November 2009

biarkan saja tetap seperti ini

jelaskan padaku isi hatimu
seberapa besar kau yakin padaku
untuk tetap bisa bertahan denganku
menjaga cinta ini
pertengkaran yang terjadi
seperti semua salahku


mengapa selalu aku yang mengalah
tak pernah kah kau berpikir
sedikit tentang hatiku
mengapa ku yang harus selalu mengalah
pantaskah hatiku
masih bisa bersamamu 

-selalu mengalah (seventeen) -

Alunan mp3 serak yang sering aku dengar sekaligus mewakili apa yang aku rasakan waktu itu, tiba-tiba membuat aku serta merta melow sekaligus merasa ga nyaman.
udara  malam yang nampaknya seirama dengan hatiku yang juga dingin tanpa toleransi membuat aku merasa tolol karena menjadi murung dengan seketika.
Aku ada diambang waras. Jiwaku sakit, ragaku melemah, hatiku merapuh. Pantaskah?
Bolehkah aku menangis? Mungkin tidak mesti ada butiran-butiran tangis lagi yang menunjukan bahwa betapa lemahnya aku sebagai seorang perempuan. Aku benci mesti menangis untuk keadaan lalu yang membuat aku merasa tidak berarti dan pernah merasa telalu bodoh.

Perih, pernah merasa tersanjung.
Perih, pernah merasa menjadi segalanya.

Kamu tahu?
Aku telah hapus rasa yang setiap orang sanjung. Aku telah hapus bagaimana rasanya tergantung.
Aku telah hapus rasa yang setiap orang ingin. Aku telah hapus sebuah rasa yakin.
Aku telah hapus setiap celah cahaya. Aku telah terlanjur tak percaya.

Kamu tahu kenapa?
Itu caraku, caraku untuk tetap berjalan seperti biasa...

Aku kembali lg ke masa itu. Dimana aku memilih kalah dari pada rugi.
Rugi dalam kamusku adalah memuja, mengejar, memohon, merengek.
Aku tidak suka menawar untuk sebuah nilai rugi.

Karena itu aku menjadi seorang yang paling keras hingga detik ini. Aku lebih memilih mundur daripada terus menjadi sebuah bayangan maya yang takkan pernah jadi nyata disana. Kuputuskan membangun kenyataanku sendiri bersama tokoh agung yang kuyakini dalam kepalaku . Katakanlah dia sebuah nurani.dan aku menjadi pengikutnya. Aku sering kali lelah, tapi setiap fase hidup yang terjadi adalah keadaan yang paling sempurna yang berjalan sesuai sekenario Tuhan. Walaupun insting manusiaku yang selalu ingin mengutuk setiap penyesalan masih tetap ada. Tapi, aku sedang belajar ikhlas menerima bahwa ini adalah keadaan paling sempurna yang telah diciptakan untukku.

Sekalipun aku punya kesempatan kembali ke masa itu, aku tidak akan pernah berusaha mencoba mengubah apapun. Toh hari ini dibangun oleh masa lalu, dan masa depan dibangun oleh hari ini dan aku tidak merasa ada yang salah dengan hari ini. Jadi, biarkan saja tidak ada yang perlu diubah.

Aku tidak minta apapun pada Tuhan kecuali rasa tenang dalam menghadapi setiap tikungan tajam.



Selasa, 24 November 2009

saya tidak suka berada di tengah

mungkin hampir semua orang mengharapkan masa depan yang indah,
tapi saya tidak.

karena...
indah tidak selalu baik
indah tidak selalu yang kita butuhkan
indah tidak selalu berakhir menyenangkan

saya tidak ingin sesuatu yang indah tapi saya selalu mengusahakan untuk segala yang baik.

tapi kenaifan seringkali membuat saya sulit

karena...

saya suka KANAN atau KIRI

saya suka HITAM atau PUTIH
saya suka IYA atau TIDAK

saya tidak suka DIANTARA

saya tidak suka ABU-ABU
saya tidak suka IYA TAPI TIDAK





bodoh karena tidak mencoba mengerti

mungkin hidupku ini terlalu naif
mungkin hatiku ini terlalu kaku
mungkin lidahku ini terlalu jujur
mungkinkah aku "bodoh" karena ini?

salahkah menjadi naif?
salahkah terlahir dengan hati yang kaku?
salahkah berusaha selalu jujur?
salahkah dengan apa yang ada pada diriku?

Tiba-tiba ada suara yang terdengar entah suara siapa, yang munculnya dari kepalaku....
"Ya...kamu bodoh dengan apa yang dirimu pahami dan itu membuat mu salah..."
Begitu kira-kira kata suara itu.

Aku diam...
Diam karena tidak mengerti.
Aku berusaha berbicara dengan suara itu, "Hey..kenapa? Apa yang membuat aku mejadi bodoh dan salah?"
Suara itu,"kenaifan & kekakuanmu membuat kamu tidak tahu kapan saatnya jujur & kapan saatnya diam."

Aku cuma diam.
Karena tetap tidak mengerti.